Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Berita » Degradasi Tatanan Masyarakat warisan Leluhur Kita

Degradasi Tatanan Masyarakat warisan Leluhur Kita

  • account_circle proclaimnews
  • calendar_month Sab, 15 Mar 2025
  • visibility 44
  • comment 0 komentar

Mamuju – Proclaimnews.id Defenisi masyarakat dari sudut pandang sosiologis ketimuran adalah sekumpulan manusia yang hidup secara bersama yang didalamnya terdapat interaksi yang saling melibatkan satu sama lain sebagai bagian yang setara, saling menghormati, melindungi dan peduli satu sama lain. Defenisi inilah yang yang menjadi pondasi dan kemudian melahirkan semangat serta perasaan senasib dan sepenanggungan masyarakat dari sabang sampai merauke untuk bergerak bersama melawan tirani yang bernama kolonialisme yang telah berabad abad merampas harkat, martabat dan kehormatan negeri ini. Atas dasar itulah para lelhur kita saling bahu membahu tak mengenal lelah dan takut, tak pernah gentar sedikitpun meskipun harus menghadapi Meriam hanya dengan sebilah bambu runcing dan memaksa pendiri republic ini secara suka rela iuran keringat, harta, darah, dan air mata bahkan jiwa dan raganya sehingga terbentuklah NKRI sebagai Negara yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan social dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Akan tetapi selama 2 atau 3 dekade terakhir fakta tentang defenisi diatas mungkin telah langka dan mengalami pergeseran yang sangat signifikan karena Belakangan, jalinan interaksi masyarakat tumbuh dan berpusat kepada satu centrum individualistic yang telah mendegradasi semangat kebersamaan dan budaya kegotong royongan yang telah membudaya berabad abad.
Kini masyarakat kota terkadang tak saling mengenal dengan tetangga, tak lagi tahu apalagi menjenguk tetangganya yang lagi sakit, tak lagi saling membantu ketika para tetangga mereka bangun rumah dll, yang tersisa adalah antara tetangga saling mengingat ketika acara resepsi perkawinan yang lebih menonjolkan strata dengan mengumumkan besaran panaik), aqikah, melayat dsb. Nya saja.

Akibatnya, interaksi antar tetangga semakin kurang intensitasnya sebab interaksi yang terbangun lebih dominan melalui dunia maya yang lebih didasari oleh jalinan interaksi yang disandarkan pada ukuran materil (ekonomi) semata. Dengan kata lain, rasionalitas interaksi masyarakat lebih didasarkan pada relasi materialistis atas dasar saling menguntungkan bukan karena sisi kemanusian. Hal ini dapat dilihat dari berlakunya dikotomi kaya dan miskin yang kian sakral ditengah masyarakat kita. Dimana yang predikat kaya lebih dihargai dan dihormati ketimbang yang miskin,

menantu kaya lebih didambakan oleh para orangtua ketimbang menantu miskin dll. Fakta ini telah merasuki hampir seluruh sendi kehidupan bermasyarakat kita, bahkan masyarakat pedesaan yang selama ini dikenal ramah kini mulai berubah menjadi garang dan keras.
Sehingga sudah dapat dibayangkan bagaimana interaksi yang terjadi di perkotaan? Terlebih karena kota merupakan pemukiman yang memiliki daya tarik tersendiri. Karena di tempat inilah disisipkan standart modern, gaul, elit, dll yang pada akhirnya masyrakat berlomba lomba untuk memenuhi standart tersebut sebab ketika anda tak mampu memenuhinya maka harus bersiap siap mendapatkan label Kuno, ktinggala jaman dll. yang kemudian menstimulus dan kian merangsang hasrat konsumerisme masyarakat untuk dapat ikut berpartisipasi dan mengejar predikat berdasarkan standart tersebut.
Dampaknya adalah kota dan masyarakat dipandang sebagai pasar ketimbang sebagai entitas kemanusiaannya. Dengan kata lain, kota tidak sekadar menjadi pusat perekonomian yang didukung infrastruktur perindustrian, namun juga membentuk suatu pengalaman baru yang berbeda dari pengalaman masyarakat pedesaan. Dari realitas diatas maka jelaslah bahwa kota menjadi identik dengan modernisasi dimana kehidupan sosial yang terspesialisasi dan terdeferensiasi yang kemudian kian mendegradasi sisi kemanusian masyarakat kita.

Nampaknya dari sisi itu, pengalaman baru yang yang ditiru dari perkotaan ini yang kemudia membentuk kebiasaan-kebiasaan kultural yang mempengaruhi cara pandang dan hidup masyarakat pedesaan dan melahirkan masyarakat heterogen yang pola interaksinya didasari oleh hukum transaksional.
Hal inilah yang dipandang sebagai pengalaman baru dan dianggap trand yang kemudian diadopsi oleh pedesaan sekaligus juga membentuk kebiasaan-kebiasaan kultural yang serupa dengan perkotaan sehingga pada akhirnya membuat masyarakat kian terkotak kotak dan membagi-bagi masyarakat berdasarkan profesinya, umurnya, pendapatannya, kebiasaannya, tempat tinggalnya, pandangan hidupnya, dlsb sehingga solidaritas yang terbagun atas dasar kelompok, profesi dan status sosialnya. Akibatnya kelompok kaya, profesi elit menjadi enggan berinteraksi dengan kelompok miskin, kuno dll. Pada akhirnya kelompok miskin, kuno dan variannya akan kian termarjinalkan jika kebijakan birokrat kita tak lagi berpihak pada mereka maka mereka hanya kan jadi komoditas politik yang dibutuhkan

Pengalaman atas ruang kota ketika diterjemahkan oleh pengambil kebijakan bukan semata-mata melihat melalui kaca mata ekonomi, tapi juga mengubah ruang materialnya dengan pembangunan-pembangunan berskala besar. Fenomena berubahnya ruang kultural yang bernilai sejarah, misalnya, tidak memiliki dasar ekonomis yang kuat jika sebelumnya tidak diwujudkan ke dalam “hitung-hitungan perdagangan.”
Artinya, fenomena industrialisasi yang menjadi karakteristik kota di abad milenial, berubah fungsinya menjadi kawasan yang bernilai jual beli ketika ruang itu “dikapitalisasi” dengan membangun gedung-gedung berdaya tarik investasi. Dengan kata lain, kota tidak saja menyandarkan dirinya kepada sektor industri, tapi juga di era kiwari mengubah setiap ruang yang dimilikinya menjadi sektor perdagangan dan pariwisata.
Dengan cara itu, kota akhirnya tidak saja mengubah karakternya yang semula menjadi pusat religiusitas seperti kota-kota yang lahir di abad-abad sebelumnya, atau pusat-pusat industri seperti di awal abad 20, dan atau sebagai produk kebudayaan yang mengafirmasi nilai-nilai ideal kebudayaan, namun mengubah seluruh basis material dan nonmaterial yang dicakupnya.

Saat itu kelak, kota adalah ruang geografis yang dekat tapi juga sekaligus asing. Menjadi ruang yang berkebudayaan namun juga dekaden, dan sekaligus menjadi kawasan maju tapi di saat bersamaan meninggalkan jejak-jejak anomali di belakangnya. Singkatnya, kota menjadi momok berparas ganda. Dia realitas yang kontradiktif.
Nampaknya, siapa pun harus kembali menafsirkan pengalaman hidupnya ketika bermukim di dalam kota. Ketika kota hanya dipandang sebagai kawasan yang menampung hasrat ekonomi tanpa melihat dan mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan nonmaterial masyarakatnya. Ketika ruang sosial menjadi jauh lebih berjarak akibat pengalaman atas kerja, pengalaman atas ilmu pengetahuan, pengalaman atas ekonomi, pengalaman atas agama, pengalaman atas politik, dan pengalaman atas budaya, dibelah dan dipecah-pecah atas pembagian waktu dan ruang yang justru terbagi-bagi. Di saat itu-lah seperti kata W.S Rendra: yang miskin, yang di dalam selokan, yang kalah, yang diledek, menjadi realitas yang dekat sekaligus diacuhkan. Mereka akhirnya dipandang sebagai sisa-sisa interaksi yang dianggap manusiawi. Masyarakat kota akhirnya berubah menjadi satuan-satuan yang atomistik, satuan yang individualistik, tapi anehnya, disebut berperadaban.

Malangnya, di tengah keadaan demikian, kota-kota dalam pengalaman benak kita tidak berbeda jauh ketika pengalaman di atas dilihat sebagai realitas yang terpisah. Bahkan kota dalam imajinasi masyarakat perkotaan adalah realitas subjektif yang tak memberikan peluang atas hadirnya kelompok lain; suatu dunia yang dilihat atas dasar kepentingan kelompoknya. Karena itulah sekali lagi yang miskin, yang di dalam selokan, yang kalah, yang diledek, atau yang hancur remuk hidupnya digilas kemiskinan, menjadi orang-orang yang tersisih dan disisihkan.
Jikapun masih tersisa rasa empati pada mereka yang lemah/miskin, sebagiannya pun masih dalam kerangka melanggengkan kepentingan masing masing, kita bisa menyaksikan bagaimana para politisi mendadak menjadi sangat dermawan dan sangat getol memberi sangat perhatian pada mereka yang miskin, yang sayangnya hanya pada momen politik saja yang tujuannya tidak lebih dari sekedar menambal deficit elektabilitas atau akumulasi suara untuk kepentingan politik yang amat pragmatis dan menjadikan kaum miskin sebagai komoditas politik sesaat. kita juga sering menyaksikan bagaimana artis dan orang orang kaya menjadi terlihat begitu dermawan memagikan harta bendanya kepada orang miskin hanya untuk tujuan pencitraannya atau sekdar pamer kekayaan dan seingkali terlihat pongah dan merendahkan orang lemah, bahkan yang lebih menyedihkan adalah muncul kebiasaan baru dalam Masyarakat kita yakni menjadikan orang miskin sebagai konten untuk keperluan monetisasi (mendapatkan keuntungan atau bayaran dari flatform aplikasi tertentu) sehingga mereka harus mencitrakan diri dermawan dan merekam aktivitas berbagi yang dilakukan dan menguploadnya demi cuan…. Realias smacam inilah yang kian menegaskan betapa rasionalitas interaksi Masyarakat bahkan untuk urusan empati saja malah lebih didasarkan pada relasi materialistis atas dasar kepentingan atau sesuatu yang menguntungkan bukan karena sisi kemanusian.( *el.Tohiryadi*)

  • Penulis: proclaimnews

Komentar (0)

Saat ini belum ada komentar

Silahkan tulis komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang bertanda bintang (*) wajib diisi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Dari Limbah Jadi Primadona Ekspor: Kreasi UMK Binaan Pertamina Patra Niaga Sulawesi

    Dari Limbah Jadi Primadona Ekspor: Kreasi UMK Binaan Pertamina Patra Niaga Sulawesi

    • calendar_month Kam, 12 Jun 2025
    • account_circle Hms
    • visibility 68
    • 0Komentar

    Makassar, – Proclaimnews.id 11 Juni 2025 — Semangat kreativitas dan kepedulian terhadap lingkungan ditunjukkan oleh Tjahyani, pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) asal Manado yang berhasil mengolah limbah dan kekayaan hayati Sulawesi Utara menjadi produk kerajinan bernilai tinggi. Berkat pendampingan dari program Akademi UMK Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi, usahanya terus berkembang bahkan menembus pasar ekspor, […]

  • Hari Kesiapsiagaan Bencana, SDK: Karakter Peduli Bencana Harus Ditumbuhkan di Masyarakat Sulbar

    Hari Kesiapsiagaan Bencana, SDK: Karakter Peduli Bencana Harus Ditumbuhkan di Masyarakat Sulbar

    • calendar_month Rab, 28 Mei 2025
    • account_circle Hms
    • visibility 52
    • 0Komentar

    Majene – Proclaimnews.id Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka (SDK) mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam simulasi penanganan bencana yang digelar di Stadion Gelora Mandar, Rabu (28/5/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian apel kesiapsiagaan dalam rangka peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana, dimana sejumlah unsur terlibat dalam kegiatan ini. Mulai dari TNI, Polri, BPBD dari berbagai kabupaten, […]

  • Sekretariat DPRD Sulbar Terima Kunjungan Sekretariat DPRD Sulteng

    Sekretariat DPRD Sulbar Terima Kunjungan Sekretariat DPRD Sulteng

    • calendar_month Sab, 2 Agu 2025
    • account_circle Hms
    • visibility 28
    • 0Komentar

    Mamuju – Proclaimnews.id  Perisalah Legislatif Ahli Mudah Sekretariat DPRD Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) Sahrin Salatun menerima kunjungan Kepala Bagian Umum dan Keuangan Sekretariat DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) Sonny bersama beberapa stafnya, Jumat 1 Agustus 2025. Kunjungan tersebut merupakan bagian dari upaya peningkatan kapasitas dan konsultasi antar lembaga dalam penyusunan peraturan daerah. Konsultasi ini difokuskan pada […]

  • Gubernur Sulbar Umumkan Turnamen Sepakbola Piala Gubernur 2026

    Gubernur Sulbar Umumkan Turnamen Sepakbola Piala Gubernur 2026

    • calendar_month Sen, 14 Jul 2025
    • account_circle Hms
    • visibility 49
    • 0Komentar

    Mamuju, – Proclaimnews.id  Selain ajang Sandeq Silumba salahsatu fokus tahun 2026 mendatang, Pemprov Sulbar bakal menggelar Kejuaraan Sepakbola Piala Gubernur yang akan diikuti 6 Kabupaten se-Sulbar. Hal itu disampaikan Gubernur Sulbar, Suhardi Duka (SDK) saat melaunching Logo “SANDEQ SILUMBA” 2025 di Mall Maleo Town Square (Matos) Mamuju, Minggu (13/7/2025). Gebernur Suhardi Duka mengatakan, tahun depan, […]

  • Realisasi 49,23 Persen, Sulbar Tunjukan Keseriusan Percepat Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih

    Realisasi 49,23 Persen, Sulbar Tunjukan Keseriusan Percepat Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih

    • calendar_month Sel, 20 Mei 2025
    • account_circle Hms
    • visibility 48
    • 0Komentar

    Mamuju – Proclaimnews.id Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dibawah kepemimpinan Gubernur Sulbar Suhardi Duka dan Wakil Gubernur Salim S Mengga menunjukkan keseriusan mendukung program pemerintah pusat. Khususnya menyangkut program-program ditekankan dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Seperti program Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (KopDesKel). Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Sulbar Yakon F Solon, menuturkan, […]

  • Dinas ESDM Sulbar Teliti Dokumen Kelayakan Pertambangan PT Maulana Vasura Grup di Pasangkayu

    Dinas ESDM Sulbar Teliti Dokumen Kelayakan Pertambangan PT Maulana Vasura Grup di Pasangkayu

    • calendar_month Rab, 2 Jul 2025
    • account_circle Hms
    • visibility 32
    • 0Komentar

    Mamuju – Proclsmnewd.id Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), menggelar rapat pembahasan dokumen teknis pertambangan PT. Maulana Vasura Grup, Rabu 2 Juli 2025. Rapat dilaksanakan Dinas ESDM Pemprov Sulbar, juga upaya memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik dan akuntabel serta mewujudkan pelayanan dasar dan berkualitas, sejalan misi Gubernur Sulbar Suhardi […]

expand_less